Rabu, Desember 3, 2025
Beranda blog Halaman 164

Pasar Raya Solok Bertahan Di Tengah Gempuran Modernisasi

0

Saat ini modernisasi telah menjalar ke seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Mulai dari sosial, politik, tetatanegaraan, budaya, hingga ekonomi tak lepas dari proses modernisasi. Modernisasi dalam bidang ekonomi salah satunya dapat dilihat dari bergesernya tren masyarakat dalam berbelanja. Pertumbuhan pasar modern berbanding lurus dengan pangsa pasarnya, sementara pasar tradisional terus mengalami pelemahan.

Maraknya pasar modern, seperti mal, supermarket, dan penjualan online, menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Pasar tradisional yang selama ini oleh sebagian masyarakat dinilai kotor dan lain sebagainya justru akan ditinggalkan.

Pada dasarnya pasar modern merupakan pengembangan dari konsep pasar tradisional. Bila dalam pasar tradisional transaksi dilakukan secara langsung antara penjual dan pembeli, maka dalam pasar modern menggunakan sistem self service, yakni pelayanan mandiri atau swalayan. Dalam sistem tersebut pelanggan dibebaskan memilih barang yang akan mereka beli, kemudian setelah mereka mendapatkan barang yang diinginkan, mereka hanya tinggal membayarnya di kasir.

Wakil Walikota Solok, Reinier, menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Solok saat ini tengah melakukan penguatan terhadap pasar tradisional, yaitu Pasar Raya Solok. Secara fisik bangunannya terus diperbaiki dan dibenahi.

“Kami akan menata sedemikian rupa. Direvitalisasi, direhabilitasi, dan ada yang kami pelihara dan kami rawat,”ungkapnya.

Sekalipun Pasar Modern belum tumbuh subur di Kota Solok seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia, namun Reinier mengatakan Pemerintah Kota Solok harus memiliki cara untuk melindungi pasar tradisional di tengah gempuran perdagangan bebas di tengah era globalisasi.

“Kita tidak bisa menghindari terjadinya perubahan prilaku para konsumen, pengaruh pasar modern itu mulai menjalar sampai ke sini. Kita bisa melihat dengan munculnya beberapa retail, baik yang dikelola oleh pengusaha Kota Solok maupun yang berasal dari luar,” kata Reinier.

Dalam rangka untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan pasar tradisional. Reinier mengharapkan agar Dinas Perdagangan Kota Solok lebih kreatif dengan membuat event-event promosi, seperti event promosi niaga, budaya, dan event promosi ekonomi. Karena untuk mempertahankan keberadaan pasar harus ada daya tarik, baik dari komoditas, nilai jual, jumlah, variasi, maupun kualitas yang ada di pasar tradisional.

Disisi lain, kata Reinier, pemerintah harus melakukan modernisasi terhadap pasar tradisional dengan cara merevitalisasi. Pemerintah Kota Solok juga sangat menyadari, potensi ekonomi pasar tradisional akan mati bila tidak memiliki payung hukum yang akan mengatur tentang pasar modern dan pasar tradisional.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2013 dan direvisi menjadi Permendag No. 70 tahun 2015 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam aturan tersebut, telah diatur mengenai zonasi, persyaratan pembangunan pasar modern, hingga revitalisasi pasar tradisional. Kebijakan revitalisasi dinilai tidak begitu membantu pelaku ekonomi kecil karena pada implementasinya hanya menekankan perubahan fisik, Seperti pasar harus bersih, rapi, nyaman, dan tidak kumuh.

Reinier mengkhawatirkan lunturnya esensi pasar tradisional karena tidak diatur apa dan siapa yang harus hidup di pasar tradisional. Para pedagang akan sirna apabila berhadapan dengan pasar modern, sekaligus harus berhadapan dengan pemilik modal yang melakukan ekspansi ke lahan mereka. “Perlu adanya deregulasi, atau setidaknya payung hukum yang lebih rinci untuk melindungi pelaku ekonomi tradisional,” ujarnya

Pemerintah Kota Solok terus berupaya melindungi keberadaan pasar tradisional di Solok di tengah perdagangan bebas. Tak dimungkiri pasar tradisional akan terpinggirkan jika tidak diperhatikan keberadaannya.

“Saat ini kita sudah masuk ke era globalisasi dan era perdagangan bebas. Sekalipun sudah dilindungi peraturan dan undang-undang, namun kalau pasar tidak tersegmen dengan baik, maka tetap saja hasilnya menegecewakan,” kata Reinier.

Untuk meningkatkan kemampuan pedagang dalam mempromosikan dagangannya, Reinier mengharapkan agar Dinas Perdagangan Kota Solok selalu berupaya memberikan pendidikan dan pelatihan (diklat). Apalagi untuk menghadapi Tahun Kunjungan Wisata 2020.

“Kita harus segera melakukan pembenahan Pasar Raya Solok dari sekarang, karena tahun kunjungan 2020 itu semakin dekat, seluruh yang berkaitan dengan pelayanan akan dijadikan skala perioritas untuk dibenahi,” kata Reinier.

Menurut Reinier sistim pelayanan di Pasar Raya Solok harus ditingkatkan, agar konsumen yang berkunjung dari luar daerah merasa nyaman. Pasarnya boleh tradisional tapi pelayanannya harus modern biar masyarakat luar tahu bahwa Pasar Tradisional itu merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.

Reinier mengharapkan, pembenahan Pasar Raya Solok ke depannya hendaknya didukung oleh semua kalangan, tidak hanya pedagang sebagai pelaku usaha namun dukungan yang memiliki pengaruh kuat itu adalah dari tokoh masyarakat dan warga Kota Solok yang menginginkan perubahan Kota Solok ke arah yang lebih baik.

”Kita harus banyak belajar dari kota-kota lain yang ada di Indonesia ini yang memiliki pasar tradisional yang tertata dengan baik dan bertahan di tengah hantaman badai modernisasi,” pungkasnya.

SOLOK FC Juara LIGA 3 Zona Sumatera Barat 2018

0

Pandeka Gunuang Talang, Solok FC memastikan diri menjadi juara kompetisi Liga 3 Indonesia 2018 Zona Sumatera Barat. Solok FC berhasil memuncaki klasemen babak Grand Final 4 Besar LIGA 3 Zona Sumbar, setelah mengalahkan Persiju Sijunjung dengan skor 2-0, di Stadion Bukik Bunian, Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Senin (30/7/2018).

Pandeka Gunung Talang yang di arsiteki Robby Mariandy ini mampu melakoni babak Grand Final LIGA 3 Indonesia Zona Sumbar dengan 9 poin. Dengan demikian Solok FC akan mewakili provinsi Sumatera Barat di putaran Regional Sumatera bersama runner-up Batang Anai FC.

Liga 3 merupakan kasta ketiga liga di Indonesia dan bergulir sejak tahun 2014. Liga 3 memiliki fase regional di Provinsi masing-masing, dan akan berkompetisi lagi di putaran nasional untuk mencari yang terbaik. Liga 3 sebelumnya dikenal juga dengan nama Liga Nusantara.

Klub sepakbola kebanggaan Solok Raya, Solok FC kini termotivasi untuk berlaga di kompetisi Liga 2. Namun Pandeka Gunung Talang ini harus mengarungi kompetisi Liga 3 secara ketat dan kompetitif. Liga 3 merupakan Kompetisi Amatir Indonesia di 34 Provinsi di tanah air.

Banyak yang menyebut Solok FC seperti Bayi Ajaib yang langsung bisa berlari, meninggalkan semua tim yang sudah mapan, malang melintang, dan punya nama di pesepakbolaan Ranah Minang maupun nasional.

Sejak Liga 3 bergulir hingga partai grand final dihelat, tak satupun kekalahan diterima. Dari statistik 10 kali pertandingan, sembilan kali berhasil memenangkan pertarungan. Hanya sekali seri didapat, yakni melawan Pes Pessel ketika babak 8 besar dimainkan.

Menilik dari pertandingan terakhir Grand Final di Stadion Bukit Bunian Lubuk Basung Kabupaten Agam yang notabene diisi oleh empat tim terbaik Sumbar, juga berhasil diukir dengan sempurna tanpa cela.

Mereka semua dibabat habis oleh tim berjuluk Pandeka Gunung Talang ini. Melawan PesPessel berhasil dikalahkan 2-0. Berhadapan dengan Batang Anai juga berhasil Hasnul Rivan dkk takhlukkan dengan skor 1-0. Serta melawan Persiju menang dengan skor 2-0.

FB_IMG_1532956289888

Sekretaris Solok FC Alfis Primatra mengaku sangat bersyukur atas gelar juara Liga 3 Tingkat Sumbar yang didapatkan oleh tim Solok FC. Ini semua merupakan berkat kerja keras pemain dilapangan, kerja cerdas tim pelatih, kerja ikhlas semua pengurus yang bekerja profesional, dibalut keseriusan dalam pengelolaan manajemen tim.

Secara tidak langsung juga disampaikan Alfis berhasil membawa nama harum Solok di pentas sepakbola Sumbar. Karena selama ini sepakbola Solok kurang begitu diperhitungkan.

Tak lupa juga Manajemen Solok FC menyampaikan terima kasih kepada Pemko Solok yang dipimpin Wako Zul Elfian, masyarakat Kota Solok yang selalu mendoakan keberhasilan tim, Pemkab Solok, dan Pemkab Solok Selatan. Serta pendukung Pandeka Gunung Talang baik di Sumbar, perantauan, maupun di media sosial.

sumber: sumbarpost.com

Menelisik Industri Sepatu New Fajar di Kota Solok

0

Komitmen Pemerintah Kota Solok untuk menggairahkan usaha kecil dan menengah, guna meningkatkan perekonomian warganya, dibuktikan dengan munculnya berbagai home industri. Di antaranya industri sepatu rumahan dengan brand “New Fajar” yang berdiri sejak 1955, mampu bertahan menghadapi berbagai perubahan.

Sekalipun dirintis cukup lama, industri sepatu yang semula menggunakan brand “Fajar” ini mengalami pasang surut terkait dengan situasi perekonomian. Namun di era 1980-an industri ini sempat menguasai pasar sepatu di Kota Solok bahkan konsumennya datang dari beberapa daerah yang ada di Sumatera Barat.

Menurut Firdaus, usaha yang dirintis oleh kakeknya, Agahar Datuk Indo Rajo Alam ini, dulunya memiliki pelanggan yang cukup banyak, di antaranya kalangan pejabat Kota dan Kabupaten Solok , Kota Sawahlunto, dan Kabupaten Sijunjung. Pada umumnya konsumen industri sepatunya adalah dari kalangan yang membutuhkan model dan kualitas.
“Kita memproduksi sesuai dengan permintaan konsumen, termasuk juga dengan bahannya. Konsumen bisa memilih langsung bahan yang cocok dengan seleranya,” ujar Firdaus.

Namun sejak awal 2017, Firdaus mulai berpikir untuk dapat lebih berkembang dan maju dengan berbagai inovasi dan kreatifitas untuk mendongkrak industri sepatu yang tengah dikelolanya. Apalagi semenjak Wakil Walikota Solok, Reinier, ST, MM. langsung menemui Firdaus dan mendorong agar industri sepatu yang dikelolanya mampu berkembang dan tidak berproduksi berdasarkan pesanan saja.

“Akhirnya, kami mulai bergairah kembali, apalagi Pemerintah Kota Solok meluncurkan program Karya Cipta Solok (KCS) di tahun 2017, dengan memproduksi 10.000 sepatu untuk siswa. Kami dapat kebagian memproduksi 5.000 sepatu,” tuturnya.

Dia mengakui semenjak dorongan yang begitu kuat dari Pemerintah Kota Solok melalui Wakil Walikota Solok, Reinier. Firdaus melakukan langkah-langkah yang lebih inovatif untuk memproduksi sendal dan sepatu wanita dengan berbagai varian, sepatu siswa, sepatu pria dengan model-model yang lebih elegan. Namun New Fajar tetap melayani pesanan seperti gaya bisnis yang dirintis oleh kakeknya.

Industri sepatu “Fajar” yang bangkit dengan brand “New Fajar” kembali eksis, konsumennya tidak hanya dari Kota Solok. Pelanggan yang dulunya sempat menghilang kini kembali, karena rata-rata pelanggan industri sepatu yang dikelola Firdaus ini merupakan konsumen yang membutuhkan kualitas.

“Tapi program KCS (Karya Cipta Solok) terus kami kembangkan, bahkan dengan kualitas terbaik. Agar para siswa di Kota Solok dan Kabupaten Solok tidak lagi menggunakan produksi dari luar,” ujar Firdaus.

Sementara Wakil Walikota Solok Reinier mengatakan, bahwa di jaman globalisasi seperti sekarang, industri dipercaya sebagai sebuah instrumen penting yang dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat. Dengan dalil itulah, industri yang menyangkut kebutuhan masyarakat luas tercipta dan terus dikembangbiakkan keberadaannya. Hingga kian hari, ia terus merebak menjadi serupa prajurit tempur yang siap dan terus menggerus peran manusia.

Industri kecil, seperti yang dibangun oleh New Fajar keberadaannya tidak luput dari persaingan ketat. Belum lagi keberadaan industri besar modern kini merambah ke setiap sendi kehidupan masyarakat, suka atau tidak, akan melahirkan sebuah pradaban baru. Maka konsekuensi logis yang harus diterima adalah; pradaban lama (tradisional) akan terkikis dan kemudian hilang digerus laju jaman. Begitulah sepertinya hukum alam berlaku.

“Industri sepatu New Fajar harus mampu membentengi dirinya dari serangan pradaban baru, dengan terus berinovasi untuk mengikuti tren agar ia tidak tertinggal dari produk modern,” ujarnya.

Reinier berharap, industri sepatu New Fajar, agar terus berkembang sesuai dengan jamannya. Memproduksi sepatu sesuai selera konsumen namun tetap mempertahankan kualitas yang sudah menjadi ciri New Fajar sejak lama. Bahkan Wakil Walikota Solok ini mendorong New Fajar untuk memasarkan produknya di beberapa toko sepatu yang ada di Kota Solok, Kota Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya, dan kota-kota lainnya di Sumatera Barat.

“Setidak-tidaknya, secara pemasaran bisa diukur sejauh mana minat konsumen terhadap sepatu yang diproduksi oleh New Fajar. Apabila minat konsumen meningkat, tidak tertutup kemungkinan New Fajar membangun pabrik sepatu,” kata Reinier.

Peluang untuk terus berkembang itu ada, kata Reinier. Karena pemerintah Kota Solok tengah membangun dan mengembangkan home industri guna menggenjot perekonomian warga yang cenderung melemah. Apalagi wacana membangun pasar grosir yang tersegmen semakin mendesak untuk segera di wujudkan, agar Kota Solok tidak selalu menjadi kota perlintasan, namun berubah status menjadi kota tujuan.

New Fajar, salah satu home industri yang terus dibina oleh Pemerintah Kota Solok melalui Dinas Koperindag, maka Reinier mengharapkan manajemen New Fajar terus diperbaiki agar mampu menghadapi tantangan yang akan terjadi pada suatu saat nanti.

“Kita butuh home industri itu hidup dan berkembang, guna menyerap tenaga kerja dan memperkecil angka pengangguran,” pungkas Reinier.

Puncak Klasik Destinasi yang Ditawarkan Inovasi Warga

0

Satu lagi destinasi wisata muncul di Kota Solok berkat kreatifitas seorang warga. Ujang yang kini berusia 56 tahun ini menuangkan gagasannya melalui lahan yang ia miliki. Lahan yang semula merupakan ladang semangka ia sulap menjadi objek wisata dengan konsep jadul yang bernama “Puncak Klasik”.

Puncak Klasik, kini menjadi lokasi berswafoto oleh sebagian wisatawan lokal, bahkan pengunjung Puncak Klasik tidak hanya berasal dari Kota dan Kabupaten Solok bahkan wisatawan yang datang dari Dharmasraya, Padang, dan Bukittingi.

Menurut Ujang, objek wisata tersebut mulai dibuka sejak awal tahun 2016. Pengunjung dari berbagai daerah di Sumatera Barat sengaja datang untuk berselfie disana. “Kalau hari libur, sehari bisa mencapai 400 hingga 500 orang pengunjung. Hari biasa juga bisa 200 orang yang datang,” kata ujang.

Tren swafoto di tempat wisata menjadi pilihan saat ini bagi para pecinta destinasi liburan, terutama tempat-tempat baru. Hal tersebut menjadi sejumlah lokasi wisata menempatkan tempat berswafoto untuk menarik minat wisatawan. Hanya bermodalkan sebuah smartphone, apa saja bisa dibagi melalui media sosial.

Tren itu pula yang dimanfaatkan oleh para pemilik destinasi wisata menjadi sebuah peluang usaha. Bermula dari banyaknya anak muda melakukan swafoto di mobil dan motor yang ditempatkan di ladang semangka miliknya, muncul ide untuk membuat objek wisata berkonsep jadul yang bernama ‘Puncak Klasik’.

Puncak Klasik yang ada di kawas-an Tembok, Kelurahan Nan Balimo, Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok ini kini menjadi pilihan bagi warga yang ingin menikmati liburannya. Pantauan di lokasi, terlihat sebuah mobil klasik landrover keluaran 1944 GL 100 yang sudah dimodifikasi dan juga sepeda ontel. Benda-benda tersebut menjadi objek favorit untuk berfoto ria bagi pengunjung.

Disana juga ada pondok yang terbuat dari ilalang dan dijadikan daya tarik Puncak Klasik. Dari puncak ini, pengunjung bisa menikmati suasana hening yang jauh dari kebisingan sibuknya Kota Solok. Dari lokasi yang tak jauh dari SMAN 4 Kota Solok ini juga tampak bentangan suasana kota alam Bareh Solok dengan masjid Agung Al Muhsinin tampak megah dengan 4 menaranya yang menjulang ke langit.

Untuk bisa menikmati Kota Solok dari ketinggian dalam balutan nuansa klasik, pengunjung hanya dipungut biaya Rp.5.000, itu sudah termasuk biaya parkir yang dikelola oleh pihaknya. Dia juga bertekat akan mengembangkan objek wisata tersebut dan menambah sejumlah fasilitas menarik demi memuaskan pengunjung.

Para pengunjung bisa menikmati suasana Puncak Klasik ini sejak pagi hingga matahari terbenam. Dengan didampingi 2 orang karyawan, para pengunjung akan merasa terjaga keamanannya selama menikmati libur.

Laing Park Inovasi Kreatif Anak Nagari

0

Laing Park telah memulai aktifitasnya sebagai salah satu kawasan wisata di Kota Solok semenjak tahun 2015. Kawasan yang berlokasi di Kelurahan Laing Kecamatan Tanjung Harapan ini, hanya berjarak lebih kurang 3km dari pusat kota solok atau dapat ditempuh dengan waktu 10 menit dengan berkendara.

Pada awalnya Laing Park menawarkan konsep taman bermain yang bernuansa alam kepada pengunjung, kemudian dalam perkembangannya, di kawasan Laing Park ditambahkan dengan fasilitas Outbond sebagai daya tarik kawasan.

Dengan konsep wisata Rumah Pohon, Laing Park cukup banyak mendatangkan pengunjung/wisatawan, tidak hanya dari Kota Solok, tapi banyak juga wisatawan yang datang dari luar Kota Solok bahkan dari luar propinsi Sumatera Barat.

Bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana alami di Laing Park, tidaklah membutuhkan biaya yang besar, karena tidak ada biaya masuk ke lokasi, pengunjung hanya dibebankan biaya parkir.

Objek wisata Laing Park sering dimanfaatkan oleh berbagai kelompok masyarakat atau komunitas untuk melakukan aktifitas outdoor serta melakukan pertemuan silaturahmi dan halal bihalal. Untuk melatih kekuatan mental pengunjung, di Laing park tersedia fasilitas outbond dan flying fox.

Pengunjung akan merasakan sensasi melucur di flying fox yang berjarak lebih dari 100m tersebut. Selain itu difasilitas outbond, laing park juga menawarkan tiga jenis tantangan yang berbeda, tantangan tersebut cukup untuk meningkatkan adrenalin yang mencoba, serta ampuh untuk mengatasi fobia ketinggian.

Selain itu, Laing Park juga menawarkan konsep agrowisata khususnya pada musim durian, karena di kawasan laing park terdapat banyak pohon durian dengan rasa yang cukup menggoyang lidah bagi para pecinta durian.

Hal yang menarik di Laing Park ini adalah rumah pohonnya. Rumah pohon tersebut menawarkan suasana alam yang sejuk dan nyaman, serta jauh dari hiruk pikuk kota. Sangat cocok untuk kita yang ingin menyegarkan pikiran dan merasakan udara segar.

Lokasi wisata ini berada di atas lahan seluas 8 hektar ini sangat alami dan jauh dari polusi. Pengelolanya sudah mempersiapkan dua rumah pohon dengan kapasitas 5 orang dewasa atau 10 anak-anak. Kawasan ini sangat bagus bagi mereka yang suka berburu tempat wisata untuk melakukan selfie karena tempat ini sangat bagus dan indah.

Tokoh Sumatera Barat di Bidang Kelistrikan, Januar Muin Meninggal Dunia

0

Teknokrat Indonesia di bidang kelistrikan, Ir. H. Januar Muin meninggal dunia di RSPAD Jakarta, Senin (30/7/2018). Jenazah disemayamkan di Jalan. Pelita No. 2, Cipete Selatan,” tulis pesan tersebut.

Januar Muin yang lahir di lahir di Sumanik, Sumatera Barat, 9 Juni 1936, semasa hidupnya berkarier di PLN, dan dipercaya memimpin berbagai proyek pembangkit tenaga listrik di beberapa lokasi, seperti Proyek Pembangunan I Sumatera Barat dan Riau (1969-1974), Proyek PLTA Maninjau (1977-1981), Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Barat dan Riau (1983-1988) dan lain-lain.

Januar Muin merupakan arsitek PLTA Batang Agam dan PLTA Maninjau. Awalnya PLTM Sungaipuar (1974) dan beberapa PLTD di beberapa tempat (1975) ia bangun. Kemudian ia membangun PLTA Batang Agam (1976).

PLTA Maninjau akhirnya 28 Desember 1983 diresmikan Presiden Soeharto. PLTA Maninjau mempunyai empat buah turbin yang mampu membangkitkan listrik sebesar 4 x 16 MW.

Berikut perjalanan karier Ir. H. Januar Muin

Sebagai teknokrat

Staf Ahli Dinas Perancang dan Pembangunan PLN Pusat (1962-1963)
Staf Ahli Tegangan Tinggi Laboratorium PLN Pusat (1964-1965)
Pemimpin Badan Pelaksana Proyek Ketenagaan II Sumatera Barat (1965-1967)
Pemimpin PLN Pembangunan I Sumatera Barat dan Riau (1969-1974)
Pemimpin PLN Proyek PLTA Batang Agam (1969-1976)
Pemimpin PLN Pembangunan II Sumatera Barat (1974-1975)
Pemimpin PLN Proyek PLTA Maninjau (1977-1981)
Pemimpin PLN Proyek PLTG Pauh Limo (1981-1983)
Pemimpin PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Barat dan Riau (1983-1988)
Staf Ahli Direktur Utama PLN (1988-1989)
Direktur Utama PT. UNINDO (BUMN/PMA) (1989–2003)
Sebagai anggota MPR-RI
Anggota MPR-RI (1977-1982)
Anggota MPR-RI (1982-1987)
Anggota MPR-RI (1987-1992)
Anggota Badan Pekerja MPR–RI (1999–2001)
Anggota MPR-RI (1999-2004)
Ketua Dewan Penasehat Fraksi Utusan Daerah MPR-RI (2002–2004)

Karya tulis

  1. Peranan Generasi Muda dalam memanfaatkan IPTEK untuk meningkatkan ketahanan Nasional
  2. Mahasiswa sebagai Pewaris dan Penerus Modernisasi
  3. Peranan Mahasiswa dalam Pembangunan Nasional
  4. Perguruan Tinggi sebagai Simulator Pembangunan
  5. Listrik Desa Akselarator Pembangunan
  6. Menyongsong Era Industrilisasi Suamatera Barat
  7. Pembangunan Usaha Perlistrikan dalam Kebijaksanaan Energi Terpadu Indonesia (LEMHANAS) Development of Rural Electrification within Indonesia Intergrated Energy Policy, CAFEO Manila Peningkatan dan Pembangunan Kontraktor Kelistrikan di Indonesia
    Dengan Iman–Ilmu–Amal–Wanita menyukseskan Pembangunan Nasional
  8. Adat dan Teknologi
  9. Pengaruh Teknologi terhadap struktur Sosial Masyarakat
  10. Peranan Cendekiawan Muslim dalam Pembangunan
  11. Mensyukuri-Mengaca Diri dan Merencanakan Hari Esok yang Lebih Berkah
  12. Ketaqwaan dan Pengorbanan untuk Menyukseskan Pembangunan
  13. Kehidupan Beragama di Sumatera Barat Menyongsong Era Tinggal Landas
  14. Meningkatkan Ketaqwaan dalam Iptek dan Globalisasi
  15. Motivasi sebagai Modal Utama dalam Peningkatan Kerja (sebuah tulisan dalam buku Nilai dan Makna Kerja dalam Islam, Penerbit Nuansa Madani, Jakarta)

Penelitian
Bencana Alam Gunung Merapi
Feasibility Study PLTA Batang Agam
Feasibility Study PLTA Maninjau.

Strategi Rasulullah Membangun Ekonomi Madinah

0

Sebagai pemimpin, Rasulullah telah mengantongi langkah-langkah perencanaan untuk memulai intensifikasi pembangunan masyakarakat. Maka dibangunlah sebuah masjid sebagai lokomotif pembangunan.

Eksistensi substansi masjid bukanlah sesuatu yang di dasarkan kepada idealisme semata, yang hanya difungsikan sebagai tempat beribadah saja, tetapi memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat jual beli, karena ini merupakan tuntutan realitas keadaan masyarakat waktu itu yang memerlukan struktur perkonomian yang baru, karena struktur perekonomian yang ada dikuasai dan dimonopoli sepenuhnya oleh orang–orang Yahudi dan diatur sepenuhnya oleh sistem kapitalis Yahudi.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, dipindahkanlah aktivitas jual beli dari lingkungan masjid demi menjaga kekhusyuan beribadah. Aktivitas jual beli ini difokuskan di pasar yang diberi nama “Suqul Anshar” atau pasar Anshar. Pasar ini dibangun oleh Abdurrahman bin Auf, seorang hartawan yang kaya raya, atas arahan Rasulullah. Pasar ini dikelola seratus persen oleh umat Islam sendiri berlokasi tidak jauh dari pasar Yahudi.

Semua orang Islam dihimbau untuk berjual beli dan melakukan semua aktivitas perdagangan di pasar itu tanpa bekerjasama sedikitpun dengan Yahudi dan tanpa terlibat dengan segala produk atau barang mereka.

Dari penjelasan di atas, nampak bahwa Rasulullah telah menerapkan pola bisnis dengan persaingan yang sehat, tanpa menggunakan wewenang kekuasaannya untuk menutup pasar Yahudi, mengingat kedudukan Rasulullah pada saat itu adalah seorang pemimpin, tapi justru Rasulullah sepenuhnya menyerahkan penilaiannya kepada masyarakat. Dan pada akhirnya ekonomi Yahudi yang sudah ratusan tahun, gulung tikar dan bangkrut bahkan mereka menjadi miskin dan akhirnya menutup pasar mereka.

Selain itu, ukhuwwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim, antara golongan Muhajirin dan golongan Anshor sangat ditekankan oleh Rasulullah. Rasulullah sangat menyadari bahwa kebersamaan, kekeluargaan dan persaudaraan merupakan salah satu prasyarat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan hanya berfaedah bagi kekuatan secara politik saja, tetapi juga dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Dari sini terlihat bahwa pemikiran ekonomi Rasulullah orientasi substanstifnya adalah “kepada kepentingan bersama masyarakatlah yang diutamakan”. Bahkan untuk tercapainya arah dan tujuan dimaksud, Rasulullah sangat menekankan terciptanya “efesiensi sosial”. Artinya bagaimana ekonomi negara bisa dikelola secara bersama dengan baik dan ketepatgunaan yang tinggi sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dalam arti yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, prinsip sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam pandangan ekonomi Rasulullah adalah sangat dikedepankan. Implikasi dari pandangan ini adalah perintah Rasullah untuk saling tolong-menolong antar sesama dalam segala aktivitas kehidupan, terutama dalam tatanan ekonomi. Hak warisan harta ditinggalkan atas dasar saudara seagama, tanah kepunyaan Ansar digarap bersama sama dengan Muhajirin.

Sehingga pada saat itu, dengan sistem al-Muzara’ah, al-Mu’ajarah, yang diterapkan di atas prinsip at-ta’aw-un, Madinah menjadi kaya dengan produksi dari hasil tanaman gandum, sayur-sayuran, buah-buahan dan juga barli. Tidak hanya itu, kota ini juga adalah pengeluar terbesar buah kurma atau tamar terutama menjelang musim kemarau. Daripada penghasilan ini saja, kota Madinah dapat memainkan peranan penting dalam perekonomian di kawasan sekitarnya.

Inilah makna efisiensi sosial atau “efisiensi berkadilan”, karena memang dalam pandangan Rasulullah manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, itulah yang harus diutamakan, bukanlah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Pandangan ini sudah barang tentu berangkat dari nilai-nilai qur’ani yang menghormati sesama manusia dan menekankan masalah ukhuwah/ persau-daraan.

Adapun karakteristik perekonomian masa Rasulullah adalah sosialis-religius yang menekankan partisipasi kerja kooperatif yang diberlakukan bagi kaum Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan meningkatnya distribusi pendapatan dan kesejahteraan. Dari sinilah terlihat konsep demokrasi ekonomi Rasulullah yang tidak harus diartikan sebagai berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan sama), karena menurut Rasulullah orang yang tidak berpunya perlu memperoleh pemihakan dan bantuan yang berbeda (partial treatment). Pada prinsipnya Rasulullah sangat mengutamakan tercapainya kesejahteraan bersama.

Silek Tuo Pengikat Antar Nagari

0

Silek Tuo adalah versi silek paling tua. Gerakan silek itu diambil dari berbagai macam hewan yang ada di Minangkabau, contohnya Silek Harimau, Kucing dan Silek Buayo (Buaya).

Namun dalam perkembangannya, ada sasaran silek, umumnya silek yang berasal dari kalangan tarekat atau ulama menghilangkan unsur-unsur gerakan hewan di dalam gerakan silek mereka, karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena orang Minang menganut falsafah Alam takambang jadi guru .

Falsafah itu merupakan konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata “alam”, berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan kehidupan atau daerah. Konsep ini juga diterjemahkan oleh para pendiri silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara silat dan produk budaya lain di Minangkabau adalah satu kesatuan filosofis, jadi untuk menerangkan silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan dalam upacara adat bisa digunakan.

Setiap nagari memiliki sasaran silek, ini adalah suatu keharusan. Ibarat sebuah negara, tidak mungkin tidak memiliki angkatan perang. Konsep nagari itu sama dengan konsep sebuah negara. Hubungan antara nagari dengan nagari lainnya sama halnya dengan hubungan antar negara.

Alam Minangkabau adalah kesatuan pengikat antar nagari bahwa mereka merupakan satu konsep budaya. Secara budaya, yang dinamakan masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya dari Nagari Pariangan, Sumatera Barat, yakni suatu tempat yang disebut sebagai sawah gadang satampang baniah (sawah luas, setampang benih).

Dari nagari itulah benih kebudayaan yang setampang digagas, disusun dan kemudian dikembangkan ke wilayah sekitarnya (luhak nan tigo). Oleh karena nagari di Minangkabau tidak ubahnya seperti sebuah republik mini, semuanya lengkap dari wilayah, aparat pemerintah, pertahanan, sampai penduduknya, maka hampir semua nagari memiliki sasaran silek, sehingga variasi dari gerakan-gerakan silat tidak dapat dihindari sama sekali.

Variasi dari gerakan silek terjadi karena rentang waktu yang sedemikan lama dari awal silek itu dirumuskan; Pancarian surang-surang (penemuan baru oleh guru baik disengaja atau tidak); Perbedaan minat; Hasil adu pandapek (hasil diskusi sesama pendekar); dan pengaruh dari beladiri lain Meskipun demikian ada kesamaan konsep dari gerakan silat di Minangkabau. Oleh sebab itu dapat dibedakan antara silat dari Minangkabau dan silat dari daerah lain di kawasan Nusantara.

Beberapa konsep dari silek Minang-kabau itu adalah Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah). Ciri khas dari permainan silek adalah pola berdiri dan melangkah. Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka mencari rusuh dan merusak tatanan alam, dan kehidupan bermasyarakat.

Di dalam mantera sering juga diungkapkan sebagai tegak alif, pitunggua adam, langkah muhammad. Di dalam permainan silat, posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan, yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang (berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.

Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari gelek, balabek, simpai dan baliak.

Pola langkah yang dipergunakan pesilat Minang antara lain langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segi empat). Langkah sambilan (langkah sembilan), yang biasanya untuk mancak (pencak).

Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya.

Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang. Jika kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, ia menjadi kurang pas, karena di dalam bahasa Indonesia, gerak itu adalah gerakan dan garik adalah kata pelengkap dari gerakan itu. Sedangkan di dalam bahasa Minangkabau garak (gerak) itu adalah kemampuan mencium bahaya (insting), dan garik (gerik) adalah gerakan yang dihasilkan (tindakan).

Seorang pesilat sejatinya memiliki Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa). Raso (rasa) bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang mahir membawakan kendaraan, dia pasti tidak berpikir berapa centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tapi dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.

Pareso (periksa) adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran, dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.

Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.

Alam fikiran Orang Minangkabau memiliki konsep berpasangan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas).

Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya. Oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja. Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau capek.

Sumber :
Miazudin St. Marajo
dan Sumbar.com

Kawasan Payo Menuju Kawasan Agrowisata di Sumatera Barat

0

Upaya Pemerintah Kota Solok untuk mengembangkan Kawasan Payo menjadi kawasan agrowisata patut diapresiasi oleh berbagai kalangan. Bahkan kawasan Payo akan dikembangkan melalui pelaksanaan Program Pengembangan Nagari Mandiri Pangan dan Pemerintah Kota Solok pun menargetkan pengembangan kawasan Agrowisata Payo selesai kurang dari 4 tahun.

Namun di balik program yang direncanakan oleh Pemerintah Kota Solok, dan apabila ditelusuri lebih jauh, kawasan Payo sebenarnya memiliki sejarah panjang sebagai sebuah perkampungan tradisional dan merupakan perkampungan adat yang harus dilestarikan sebagai manifestasi hasil cipta, karsa dan karya seni budaya yang ditinggalkan oleh para pendahulunya..

Sejarah membuktikan bahwa penduduk yang berada di kawasan Payo memiliki kemampuan dalam mengekspresikan seni budayanya dalam bentuk karya sebuah perkampungan tradisional yang religius, disamping suasana alamnya yang masih asri, juga ditemukan berbagai tempat yang digunakan oleh masyarakat tradisional Payo sebagai tempat yang sakral, atau tempat masya-rakat tradisional “berkaul”.

Walaupun beberapa tempat yang ada di Payo sudah mengalami perubahan dan kepunahan dari bentuk aslinya akibat proses alam, perjalanan waktu, dan ulah manusia, namun demikian tetap mempunyai nilai sejarah dan daya tarik apalagi untuk tujuan wisata budaya.

Masyarakat tradisional Payo memiliki rasa kebersamaan dan tanggung jawab untuk menjaga dan meneruskan warisan budaya nenek moyang yang masih mewarnai kehidupan masyarakat adat Payo saat ini. Seperti halnya warga Payo menjaga dan merawat benda-benda yang mereka nilai memiliki sejarah dan sakral, seperti Batu Patah misalnya. Namun seiring perjalanan waktu yang begitu panjang dan alkuturasi budaya akibat masuknya pengaruh budaya baru se-hingga mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.

Sayogianya, disamping menjadikan Payo sebagai kawasan Agrowisata, hendaknya perkampungan yang berada di kelurahan Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok ini tetap dipertahankan sebagai perkampungan tradisional. Tempat warga Kota Solok menikmati seni budaya tradisional, seperti Randai, Pencak Silat, Saluang, dan seni tardisional lainnya. Pada saatnya akan berdampak terhadap Pariwisata Kota Solok.

Masyarakat tradisional Payo merupakan po-tensi yang harus dlirik oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Solok. Mengingat makin punahnya masyarakat tradisional di tengah perkotaan, sehingga upaya pelestarian dan pengembangan kawasan Payo sebagai perkampungan tradisional perlu dilirik dan dijadikan arena pertunjukan seni budaya tradisional yang ada di Kota Solok.

Majalah Serambi Madinah

Walikota Solok Lantik Pejabat Administrator

0

Walikota Solok H.Zul Elfian,SH,M.Si melantik dan mengambil sumpah jabatan Administrator di lingkungan Pemerintahan Kota Solok, bertempat di Aula BKPSDM Kota Solok. Senin (30/7).

Adapun pejabat yang dilantik ialah Milda Murniati sebagai Kepala Bagian Perekonomian Setda Kota Solok, dan Agus Zainir sebagai Kepala Bidang Pasar, Dinas Koperasi dan UKM Kota Solok.

Turut hadir pada kesempatan itu, Sekda Kota Solok Rusdianto, Asisten I Nova Elfino, Asisten II Jefrizal, Asisten III Drs.Muhammad, serta seluruh kepala OPD di lingkungan Pemko Solok.

Wako Zul Elfian usai pelantikan menyebutkan bahwa rotasi dan mutasi merupakan hal biasa dalam menjalankan roda pemerintahan.

“Kami ingatkan bahwa jabatan bukanlah hak. Jabatan merupakan penghargaan, dan takdir dari Allah. Kepada pejabat yang dilantik, ini merupakan amanah dari Allah,” tegas Wako.
Selanjutnya, Zul Elfian mengajak kepada pejabat yang dilantik agar melaksanakan tugas serta memahami dengan sebaik-baiknya.

“Selamat kepada pejabat yang dilantik, mari bersama-sama berbuat untuk Kota Solok. Tak ada yang akan bisa menjadi Superman, kita semua di Pemko Solok harus menjadi Superteam,” tutup Wako.

(HumasPro).