SOLOK KOTA – Musywil XXI IPM ini dihadiri Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendi, M. A. P, beserta Istri, Ketua Umum PW IPM Sumbar, Farid Anshar Alghifari, Ketua umum PP IPM, Hafiz Safaturrahman, Wali Kota Solok, H. Zul Elfian, SH. MSi, Wali Kota Padang Panjang, Fadly Amran, B.B.A. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat Adib Fiqri, serta Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Sabtu (8/9) di Gedung KubungTigo Baleh Kota Solok.
Wali Kota Solok dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada Menteri beserta rombongan di Kota Solok dalam rangka Musywil XXI IPM Sumatera Barat.
“Atas nama masyarakat dan Pemerintah Daerah, saya mengucapkan terimakasih sekali lagi telah menunjuk Kota Solok sebagai tempat melaksanakan Musywil XXI IPM ini. Semoga acara ini berjalan dengan lancar sampai akhir, ” tutur Wali Kota Solok.
Acara dilanjutkan dengan pemukulan gong petanda di bukanya Musywil XXI IPM Sumatera Barat serta Orasi Kebangsaan dan Konsolidasi Pendidikan Muhammadiyah Sumatera Barat, oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mengucapkan selamat melaksanakan Musywil XXI IPM Provinsi Sumatera Barat agar nanti jadi titik tolak IPM akan lebih maju, bertenaga, dan bervisi.
“Muhammadiyah ini dulu pelopor sebelum Indonesia merdeka, muhammadiyah telah memikirkan dan menyelenggarakan pendidikan, ketika Negara belum memikirkan pendidikan. Pendidikan muhammadiyah itu dulu disebut pendidikan sistem klasikal dan pemerintah kita atau Negara Indonesia dulu juga meniru apa yang dilaksanakan oleh muhammadiyah ini,” ungkap Muhadjir
Beliau juga menjelaskan bahwa Pelopor muhammadiyah ini dulu sangat diakui di Indonesia, jadi resiko pelopor ketika kemudian ada kelompok adopter, jadi setiap peloporan itu pasti ada adopsi oleh orang lain atau disebut adopter (peniru), peniru itu akan berusaha untuk memperbaiki apa yang ditirunya.
“Ini ancaman bagi muhammadiyah karena adopter jauh telah melakukan penyempurnaan terhadap produk awal dari muhammadiyah. Dulu pendidikan hanya untuk anak pegawai kolonial dan anak-anak Belanda, dan dari sanalah muhammadiyah menampung masyarakat Indonesia yang miskin dan awam untuk disekolahkan, begitu sistem klasikal muhammadiyah di ambil alih Negara dan Negara semakin memperhatikan nasib orang miskin dengan berbagai macam fasilitas, sekolah gratis, sekolah dengan biaya yang murah, ada beasiswa dan seterusnya maka otomatis peran muhammadiyah awal kehilangan elangnya atau masanya istilah,” sebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
“Kalau sekarang muhammadiyah melakukan sekolah murah, gratis atau semacamnya jelas tidak laku karena pemerintah telah melakukan itu. Jadi ini tantangan bagi sekolah muhammadiyah untuk melakukan revitalisasi biar naik kelas dari sekolah negeri,” kata Mendikbud diakhir orasinya. ( Eryx/HumasPro)
Humas Crew Wawan dan Jamalis
#solokkotaberasserambimadinah
#visitkotasolok2020